Membongakar Otonomi Redaksi 4 Media cetak Nasional (Indra Nugraha)

Beberapa waktu yang lalu saya menerima kiriman buku dari FES (Friedict Ebert Stiftung), sebuah organisasi nirlaba yang konsen di bidang demokratisasi, good governance, reformasi di bidang hukum, perlindungan hak azasi manusia, pencegahan dan resolusi konflik, reformasi sektor keamanan, dukungan kepada media yang bebas dan berimbang, serta isu-isu sosial, ketenagakerjaan, dan gender. Sejak 2006, FES Indonesia juga ikut dalam proses perdamaian dan demokratisasi di Aceh.
beberapa buku tersebut diantaranya adalah Tantangan dari dalam (otonomi redaksi 4 Media Cetak Nasional; Kompas, Tempo, Media Indonesia dan Republika), Reformasi Sektor Keamanan (Panduan Untuk Jurnalis), Kritis Meliput Pemilu, Panduan Pers Meliput Isu Terorisme, dan Buku-buku yang Dilarang Terbit.
diantara buku-buku yang dikirim seorang teman dari FES tersebut, buku karya seorang wartawan asal Jerman bernama Anett Keller yang berjudul Tandangan dari Dalam (Otonomi Redaksi 4 Media Cetak Nasional) adalah buku yang paling menarik (menurut saya). buku yang memuat hasil penelitian Anett Keller tersebut menjadi menarik karena membahas 4 media raksasa Indonesia yang selama ini menjadi sumber referensi utama, atau menjadi acuan penting bagi banyak orang Indonesia.
berbicara masalah otonomi redaksi, Anett Keller memulainya dari sejarah pers nasional. sejak rezim orde baru, sistem pers nasional mengalami perubahan yang sangat cepat dan drastis. proses demokratisasi negara Indonesia, pada akhirnya menggiring sistem pers pada liberalisasi media. sesnor ketat dari pemerintah, hingga  pembredelan dan pencabutan SIUPP ditiadakan sejalan dengan dibuatnya UU Pers tahun 1999. Euforia insan  pers menyambut kebebasan pers gegap gempita seiring dengan banyak bermunculan media-media baru. bak jamur di musim penghujan.
namun, apakah dengan lahirnya UU Pers tahun 1999, seorang jurnalis bisa bebas bekerja tanpa ada intervensi dari pihak manapun? jawabannya tentu sjaa tidak. bahka intervensi tersebut tetap ada, tetapi muncul dengan perwajahan yang berbeda.
dalam penelitian yang dituangkan dalam buku tersebut, Anett Keller menyimpulkan bahwa sistem kepemilikan dan struktur redaklsional dalam perusahaan media sangat berpengaruh terhadap ada atau tidak adanya intervensi dalam pemberitaan di media tersebut, juga trerhadap otonomi redaksionalnya. hasil penelitian Keller mengungkapkan bahwa wartawan yang bekerja di perusahaan media yang pemiliknya tidak mempunyai latar belakang seorang juranlis, rentan mendapatkan intervensi yang sangat dominan. hal ini terjadi pada Media Indonesia dan Republika.
Intervensi di Media Indonesia bahkan sangat terlihat jelas saat Pemilu tahun 2004. saat Surya Paloh mencalonkan diri menjadi ketrua umum Golkar, atau peristiwa-peristiwa politik yang melibatkan pemilik media tersebut. bahkan, Media Indonesia menempatkan staf f non-redaksional saat rapat redaksi.
di Republika malah seorang wartawan diperkenankan menerima iklan dari klien. setelah mendapatan iklan tersebut, lalu si-wartawan itu mendapatkan presentase hasil iklan.hal ini dikarenakan pemilik modal kedua perusahaan media tersebut (Media Indonesia dan Republika) tidak memiliki latar belakang seorang jurnalis.
Kompas sendiri menurut keller, adalah sebuah media yang menerapkan prinsip “jurnalisme kepiting”.  selalu bermain aman. sedikit maju, maju kemudian mundur kembali. namun hal yang sangat menarik dari Kompas adalah firewall dimana redaksi dan marketing berada di ruang terpisah dan tidak saling mengenal. hal ini penting dilakukan agar kinerja redaksional tidak terganggu atau mendapat intervensi dari bagian iklan atau marketing.
Menurut Keller, media cetak di Indonesia yang mendekati ideal adalah Tempo. Keller menilai otonomi redaksi dan isi pemberitaan Tempo lebih independent. hal ini dikarenakan tidak ada pemilik dominan yang menguasai saham Tempo. sebagian besar saham Tempo dikuasai oleh Yayasan, sehingga wartawan-wartawannya bisa bekerja lebih independent.
Anett Keller berani membongkar otonomi redaksi media besar Indonesia, yang selama ini tertutup rapat atas nama kebebasan pers. karena sejatinya, pers dikuasai oleh pemilik modal dalam upaya konglomerasi media. sepengetahuan saya, baru buku ini yang membahas mengenai otonomi redaksional media di Indoensia.
Anett Keller saat ini bekerja sebagai koresponden surat kabar The Asia Facific Times.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar